BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Semenjak era reformasi, demokrasi di negeri ini menjadi lebih baik.
Setiap orang punya hak dalam menyuarakan
pendapat bahkan kalau ternyata suara kita tidak di dengar oleh mereka yang
punya wewenang. Bahkan sering kali kita juga melakukan demonstrasi agar suara kita bisa di
dengarkan.
Demonstrasi memang menjadi salah satu bagian dari Demokrasi. Namun
di negeri Indonesia ini demonstrasi terkadang menjadi sebuah alat kekuasaan dan
juga ajang cari uang bagi beberapa orang. Demonstrasi yang seharusnya untuk
mengkritik Pemerintahan terkadang malah terkesan menghujat, Selain itu juga
demonstrasi di negeri ini terkadang identik dengan anarkis. Padahal seharusnya
demonstrasi itu bersifat damai.
Selain runyamnya etika demonstrasi di negeri ini, hal itu malah
diperparah oleh para demonstran yang terkadang lebih mengedepankan nafsu
ketimbang akal sehat hingga ujung-ujungnya tidak berasaskan etika tetapi malah
menjadi sebuah demonstrasi yang anarkis.
Karena hal itulah kami mengangkat judul “Etika Berdemokrasi dalam
hidup berbangsa dan bermasyarakat” untuk menjelaskan bagaimana seharusnya Berdemokrasi
yang baik dan benar itu dan bagaimana kenyataan demokrasi yang ada di Indonesia
pada saat ini.
Seiring dengan berkembangnya waktu, negeri ini memang telah maju dan
meningkat dalam hal demokrasi, hanya saja Indonesia masih tertinggal dalam hal
etika berdemokrasinya. Sudah saatnya pembelajaran demokrasi juga dibarengi
dengan etika berdemokrasi agar kita semua bisa merasakan manfaat dari sebuah
demokrasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa etika berdemokrasi itu?
2.
Bagaimana kenyataan demokrasi
di Indonesia?
3.
Mengapa etika berdemokrasi di
Indonesia masih belum berjalan dengan semestinya?
1.3 Tujuan Penulisan
- 1. Untuk memahami apa dan bagaimana etika berdemokrasi yang sebenarnya
- 2. Untuk menelaah kenyataan-kenyataan yang terjadi di Indonesia tentang Demokrasi
- 3. Memahami segala sesuatu yang ada pada etika berdemokrasi dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apa etika berdemokrasi
itu?
2.1.1 Pengertian Etika
Etika tidak
lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaanmanusia dalam pergaulan antara
sesamanya dan menegaskan mana yang benardan mana yang buruk. Perkataan etika
atau lazim juga disebut etik, berasal darikata Yunani (ETHOS) yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah
danukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik,
2.1.2
Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata Yunani
yakni demos dan kratos. Demos artinya rakyat,sedangkan kratos berarti
pemerintahan. Jadi, demorasi berarti pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan
dimana rakyatnya memeganga peranan yang sangat menentukkan. Dari kutipan
pengertian tersebut tampak bahwa kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan
negara atau masyarakat, di mana warga negara dewasa turut berpatisipasi dalam
pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih melalui pemilu. Pemerintah di negara
demokrasi juga mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama,
berpendapat, berserikat setiap warga Negara, menegakkan rule of law, adanya
pemerintahan mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas; dan
masyarakat yang warga negaranya saling memberi peluang yang sama untuk
mendapatkan kehidupan yang layak.
2.1.3 Manfaat
Demokrasi
Kehidupan masyarakat yang
demokratis, dimana kekuasaan Negara berada di tangan rakyat dan dilakukan
dengan sistem perwakilan, dan adanya peran aktif masyarakat dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan bangsa, Negara, dan masyarakat. Manfaat demokrasi
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Kesetaraan sebagai Warga Negara
Demokrasi bertujuan memperlakukan
semua orang adalah sama dan sederajat. Prinsip kesetaraan tidak hanya menuntut
bahwa kepentingan setiap orang harus diperlakukan sama dan sederajat dalam
kebijakan pemerintah, tetapi juga menuntut perlakuan yang sama terhadap pandangan-pandangan
atau pendapat dan pilihan setiapp warga Negara.
2.
Memenuhi Kebutuhan-kebutuhan Umum
Dibandingkan dengan pemerintahan
tipe lain seperti sosialis dan fasis, pemerintahan yang demokratis lebih
mungkin untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat biasa. Semakin besar suara
rakyat dalam menentukan kebijakan, semakin besar pula kemungkinan kebijakan itu
mencerminkan keinginan dan aspirasi-aspirasi rakyat. Rakyat biasalah yang
merasakan pengaruh kebijakan-kebijakan pemerintah dalam praktiknya, dan kebijakan
pemerintah dapat mencerminkan keinginan rakyat hanya jika ada saluran-saluran
pengaruh dan tekanan yang konsisten dan efektif dari bawah.
3.
Pluralisme dan Kompromi
Demokrasi mengandalkan debat
terbuka, persuasi, dan kompromi. Penekanan demokrasi pada debat tidak hanya
mengasumsikan adanya perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan pada sebagian
besar masalah kebijakan, tetapi juga menghendaki bahwa perbedaan-perbedaan itu
harus di kemukakan dan didengarkan. Dengan demikian, demokrasi mengisyaratkan
kebhinekaan dan kemajemukan dalam masyarakat maupun kesamaan kedudukan diantara
para warga negara. Dan ketika kebhinekaan seperti itu terungkap, metode
demokratis untuk mengatasi perbedaan-perbedaan adalah lewat diskusi, persuasi,
kompromi, dan bukan dengan pemaksaan atau pameran kekuasaan.
4.
Menjamin Hak-hak Dasar
Demokrasi menjamin
kebebasan-kebebasan dasar. Diskusi terbuka sebagai metode mengungkapkan dan
mengatasi masalah-masalah perbadaan dalam kehidupan social tidak dapat terwujud
tanpa kebebasan-kebebasan yang ditetapkan dalam konvensi tentang hak-hak sipil
dan politis: hak kebebasan berbicara dan berekpresi, hak berserikat dan
berkumpul, hak bergerak, dan hak untuk mendapatkan perlindungan atas
keselamatan diri. Negara-negara demokrasi dapat diandalkan untuk melindungi
hak-hak tersebut. Hak-hak itu memungkinkan terwujudnya keputusan-keputusan
kolektif yang lebih baik.
5.
Pembaruan Kehidupan Sosial
Demokrasi
memungkinkan terjadinya pembaruan kehidupan sosial. Penghapusan kebijakan-
kebijakan yang telah usang secara rutin dan penggantian para politisi dilakukan
dengan cara yang santun dan damai, menjadikan sisim demokratis mampu menjamin
pembaruan kehidupan sosial. Hal ini juga memuluskan proses alih generasi tanpa
pergolakan atau kekacauan pemerintahan yang biasanya mengikui pemberhentian
tokoh kunci dalam rezim nondemokratis.
2.2 Bagaimana seharusnya etika berdemokrasi itu?
Demokrasi harus bermanfaat bagi kepentingan
masyarakat luas, serta untuk kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat. Demokrasi bukan hanya terkait dengan peristiwa unjuk rasa, silang
pendapat, dan pemungutan suara.Tetapi, demokrasi juga adalah bagaimana cara
penyampaian yang patut, pantas, proporsional, dan pada tempatnya.
Demokrasi dalam pengertian yang utuh terdiri atas
demokrasi sebagai cara, Demokrasi sebagai tujuan, dan demokrasi sebagai
nilai-nilai. Demokrasi sebagai cara berhubungan dengan mekanisme dan prosedur,
seperti unjuk rasa dan pemilihan umum. Demokrasi sebagai tujuan berkenaan
dengan pencapaian kesejahteraan dan keadilan. Sedangkan, demokrasi sebagai
nilai dan etika berkaitan dengan peneguhan prinsip damai, tanpa kekerasan,
kebebasan dan kesetaraan, toleransi, serta sejumlah etika lain.
Sebagai warga Negara yang baik, kita hendaknya tidak
hanya menonjolkan aspek demokrasi yang pertama, tetapi juga harus menerapkan prinsip keselarasan dengan aspek kedua dan
ketiga, yaitu demokrasi sebagai tujuan dan demokrasi sebagai nilai serta etika,
Presiden dalam suatu pidatonya pernah menjelaskan,
bahwa demokrasi di Indonesia pada saat ini sedang berkembang baik. Bahkan,
kebebasan berpendapat serta berekspresi di depan publik semakin baik.
3.1 Bagaimana kenyataan
demokrasi di Indonesia?
3.1.1 Demokrasi yang ada di Indonesia
saat ini
Dalam Demokrasi,
terdapat istilah Demonstrasi, dimana kita sebagai warga Negara berhak
menyuarakan pendapat kita baik itu secara tertutup maupun terbuka seperti
unjuk rasa ataupun demo. Akan tetapi perlu diperhatikan, demonstrasi boleh
asal tidak anarkis dan tetap mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku.
Salah satu contohnya adalah yang pernah dialami oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada saat merayakan 100 hari
pemerintahannya yang disambut sejumlah aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Nama SBY dicatut dan dipelesetkan dalam badan kerbau dengan jenis tulisan
''Sibuya''. Lalu, sebuah pamflet bergambar SBY ditempelkan persis di depan
kepala hewan yang biasa dimanfaatkan untuk membajak sawah itu dengan tulisan
''Mundur''.
Ditengarai atas perilaku amoral para demonstran itulah, SBY mengungkit masalah etika dalam alam demokrasi, terlebih dalam demokrasi Pancasila sebagaimana yang sudah di-blue print kan para the founding father kita pada saat memimpin rapat dengan para menteri dan gubernur setanah air di Istana Negara pada 2 Februari lalu.
Tentu apa yang menjadi keluhan dan unek-unek kepala
negara itu adalah suatu kewajaran. Sebab, bagaimanapun, seorang kepala negara
tidak lain adalah simbol negara yang harus dijunjung tinggi dan dijaga
kehormatannya. SBY sebagai presiden yang memperoleh mandat dari mayoritas
rakyat negeri ini sepatutnya mendapat penghormatan yang layak dan dijaga
keutuhan harga dirinya oleh segenap elemen bangsa ini.
Buntut Kekecewaan Di satu sisi memang harus diakui juga bahwa apa yang dilakonkan para penyambung lidah rakyat itu dengan menggelar aksi demonstrasi merupakan buntut dari kekesalan dan kekecewaan yang mendalam atas kelambanan, bahkan ketidakmampuan pemerintah mengelola pemerintahan yang benar-benar prorakyat sesuai dengan janji-janji politiknya. Berbagai aksi demonstrasi akan mencuat ketika pemerintah dianggap gagal dalam memenuhi janjinya kepada kalangan publik. Hal yang sama juga begitu sering menghiasi layar kaca televisi di seluruh tanah air ketika media meliput berbagai aksi yang umumnya dimotori para mahasiswa dan aktivis jalanan itu. Bahkan, reformasi lahir dengan berbagai aksi teatrikal pada saat rakyat hendak menyampaikan aspirasi. Kaum intelektual yang menjadi motor penggerak reformasi pun mendapat dukungan mayoritas negeri ini. Tidak dapat dielakkan bahwa tercapainya agenda penuntutan melengserkan pemerintahan Soeharto yang hampir menggiring bangsa ini menobatkan dia sebagai presiden seumur hidup juga merupakan wujud nyata reformasi yang dibarengi dengan ribuan gerakan yang bernama demonstrasi. Tanpa adanya demonstrasi, barangkali cita-cita kebebasan dan kemerdekaan sebagai yang telah di-blue print-kan dalam konstitusi kita hanya akan tinggal impian belaka. Lalu, kini waktu terus bergulir. Disadari atau tidak, sudah lebih dari 10 tahun usia reformasi. Penggawa-penggawa reformasi yang dahulu menjadi pejuang jalanan kini sudah bergelut dalam arus kekuasaan. Banyak di antara mereka yang kini telah mencapai puncak karirnya dan punya andil besar dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini ke depan. Lalu, apakah agenda reformasi yang hendak mengukuhkan semangat perubahan dan menjadikan demokrasi sebagai satu-satunya sistem yang paling tepat bagi bangsa ini sudah mampu memberikan titik terang. Sampai saat ini, kalau mau jujur, demokrasi belumlah membuahkan kesejahteraan seagaimana agenda utamanya. Publik belum melihat urgensi reformasi yang digulirkan karena memang faktanya justru bertolak belakang dengan semangat perubahan yang pernah digulirkan. Manfaat riil demokrasi justru nihil. Kelemahan Demokrasi
Lalu, adakah yang salah dengan demokrasi model
Indonesia? Atau, jangan-jangan justru kita yang terjebak dalam artikulasi
demokrasi itu sendiri. Harus diakui memang bahwa dalam cacatan historisnya,
sistem demokrasi merupakan sistem terbaik di antara seluruh sistem terburuk
yang ada. Atas dasar itu pula, mayoritas negara di dunia mengklaim bahwa
negaranya telah menganut paham demokrasi meski dalam tatanan implementasi
sangat bergantung pada penafsiran setiap negara dan penguasanya.
Salah satu titik lemah dari sistem demokrasi adalah adanya upaya mengandalkan diri pada prinsip suara mayoritas. Doktrin one man one vote pun diklaim sebagai pijakan paling ideal. Siapa yang mengantongi suara mayoritas, merekalah yang menjadi pemegang kendali dan kekuasaan. Prinsip demokrasi yang demikian sangat identik dengan sistem kapitalis dalam dunia bisnis yang memprioritaskan prinsip one share one vote. Siapa pemegang saham mayoritas, dialah pemegang, pengendali, sekaligus pembuat keputusan. Di sisi lain, disadari atau tidak bahwa sesungguhnya suara mayoritas tidak dapat diklaim telah mencerminkan nilai kebenaran dan keadilan. Artinya, walau suara mayoritas telah diraih, tidak ada jaminan bahwa keadilan dan kebenaran akan terpenuhi. Barangkali hal itulah yang dirasakan para pelaku demonstrasi pada 28 Januari lalu. Karena itu, mereka menggelar berbagai aksi dalam rangka menyambut program 100 hari pemerintahan SBY-Boediono yang dianggap bernilai merah alias gagal. Namun, kelemahan sistem demokrasi yang paling fatal justru mencuat pada saat aksi tersebut digelar. Demokrasi diidentikkan dengan kebebasan tanpa disertai rasa tanggung jawab dan batasan akan rambu-rambu serta etika. SBY pun diidentikan dengan seekor kerbau dungu yang biasa dimanfaatkan untuk membajak sawah. Pola demokrasi semacam itu justru semakin menguatkan bahwa etika telah raib diterjang badai kebebasan yang tanpa batas. Tentu fakta tersebut menjadi catatan penting bahwa demokrasi telah dipandang sebagai kebebasan tanpa batas dan hanya akan menambah daftar hitam perjalanan demokrasi kita pada dunia internasional. Ketika kita mengidentikkan kepala negara sebagai manusia dungu seperti seekor kerbau, sesungguhnya manusia paling dungu adalah diri kita sendiri yang telah menempatkan orang dungu dalam singgasana pemerintahan. |
Bab III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demokrasi sangat penting bagi perkembagan suatu Negara. Dan memang
benar demokrasi itu memberikan kebebasan untuk berpendapat atau menyuarakan
pendapat kita. Akan tetapi, demokrasi harus tetap dalam kerangka etika agar
tidak menjadi demokrasi yang kebablasan.
3.2 Saran
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam mencapai etika berdemokrasi dalam hidup bermasyarakat dan bangsa,
dan untuk menjaga keharmonisan antara kedunya. Kita sebagai bangsa Indonesia
harus bisa menjunjung tinggi harkat dan martabat yang kita miliki.
0 komentar:
Posting Komentar